PROSES PEMBUATAN GULA TEBU
Jumat, 06 Mei 2016
Minggu, 20 Maret 2016
zat pengawet makanan alami
ZAT PENGAWET MAKANAN ALAMI
Proses pengawetan alami pada umumnya telah banyak dilakukan
masyarakat seperti proses penggaraman, pendinginan, pengeringan, pengalengan,
dan penyinaran. Beberapa proses ini umumnya bersifat alami sehingga aman dan
tidak menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan manusia. Produk pengawet ini memiliki
beberapa keunggulan diantaranya bahan baku yang mudah diperoleh, proses yang
sederhana, waktu proses yang singkat serta tidak menggunakan bahan kimia dalam
pembuatannya.
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan
zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan
memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah
menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.
Sebenarnya ada cara aman dan sehat dalam mengawetkan makanan, yaitu mengawetkan
makanan secara alami.
Mengenal Jenis Pengawet Makanan
Kualitas
makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk
meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan
kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan
adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk.
Pengawet
makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang bisa diperoleh
dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam. Golongan
kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis secara
kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan
penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping
yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif
bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik
dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium
sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak
buruknya terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain
bahan pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari
bahan pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak.
Bahan-bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk. Mari
kita kenali satu persatu masing-masing jenis pengawet alami:
1.
Garam
Dapur
Garam dapur adalah senyawa kimia
Natrium chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan bumbu utama setiap masakan yang
berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan cita rasa garam juga
berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap
air, sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karena dehidrasi.Garam
dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat
mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.Penggunaan garam sebagai pengawet
biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti yang dilakukan pada proses
pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran dan buah. Cara
penggunaanya sangat sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke
dalam bahan pangan yang akan diawetkan.
2.
Gula
Pasir
Gula pasir adalah butiran menyerupai
kristal yang merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit. Anda
tentu sudah tahu bentuk gula pasir, yaitu butiran berwarna putih yang tersusun
atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk butiran, gula pasir juga
dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gula halus.Gula pasir
biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis.
Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai pengawet. Sama
halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air
sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati.Penggunaan gula
sebagai pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa
ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang
akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan,
selai, dodol, permen, sirup dan jeli.
3.
Cuka
Cuka adalah produk hasil fermentasi
dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran, seperti cuka
apel, cuka hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini diperoleh
dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering
digunakan untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah
cuka sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat.Biasanya cuka
mengandung asam asetat 98%.Selain memberikan rasa asam pada masakan dan
minuman, cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya
diawetkan dengan cuka adalah acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya
disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya
simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi
browning/pencokelatan pada buah dan sayuran. Dengan penambahan cuka, sayuran
dan buah akan lebih bertahan warnanya.
4.
Bawang
Putih
Bawang putih (Allium sativum)
merupakan bumbu dapur yang sangat populer. Aroma dan rasanya yang khas, dapat
memberikan citarasa lezat dan harum pada masakan. Selain sebagai bumbu dapur,
bawang putih ternyata sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini desebabkan
karena bawang putih dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. Kandungan
allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan
gram negatif.Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei,
Staphylococcus sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat
mengurangi jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga
bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya
mudah. Tambahkan bawang putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di
dalam freezer. Dengan cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.
5.
Kepayang/kluwek/keluwek/keluak/kluak
atau Picung/Pucung.
Selain sebagai bumbu dan pemberi
warna, kluwak (Pangium edule Reinw) juga bisa digunakan sebagai pengawet. Pohon
tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika
melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas
hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada
umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.Tanaman ini telah lama
digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai
pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan
tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan
isi perutnya.
Cincangan biji Kepayang memiliki
efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan
jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan
3 bagian biji Kepayang.Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di
seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa
dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung
dan 2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar
selama 6 hari tanpa merubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan
di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih
dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Hasil penelitian R.A Hangesti Emi
Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana
IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan
harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya
bagi kesehatan manusia.Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil
tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. Bila ikan yang
ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun
dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg
cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.
6.
Pengeringan
Selain menggunakan bahan pangan
alami, pengawetan bahan pangan juga bisa dilakukan dengan metode pengeringan.
Pengeringan adalah cara pengawetan bahan makanan paling praktis, aman, murah
dan sehat. Hampir semua bahan pangan baik sayuran, buah, kacang-kacangan hingga
daging dapat diawetkan dengan metode pengeringan. Tujuannya adalah mengurangi
sebagian air dalam bahan pangan hingga 10-15 % sehingga mikroorganisme pembusuk
tidak dapat hidup.Metodenya bisa dengan cara pengeringan menggunakan sinar
matahari maupun panas oven. Bahan pangan yang dikeringkan seperti ubi, sayuran
dan buah diiris tipis-tipis kemudian dijemur atau dioven dalam suhu rendah (di
bawah 40 derajat celcius) hingga kering. Selanjutnya bahan pangan tinggal
disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup rapat. Bahan pangan yang
dikeringkan biasanya bertahan hingga 1 bulan.
7.
Karagenan
Keragenan adalah bahan alami
pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah
sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan dihasilkan dari
rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia.
Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram
karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 – 1,5 gram karagenan dijual
dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan
bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai
produk makanan.
8.
Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et
Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan untuk bahan kelengkapan untuk
menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga sering digunakan
untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit
kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.Secara alami para
produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur
sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun
ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari
kerusakan akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).
9.
Kitosan
Kitosan atau chitosan dihasilkan
dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari
rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara
kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil
(-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina
(-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu
dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan
waktu yang relatif lama dan suhu tinggi.Chitosan adalah biopolimer yang
mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik
kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan
mengendap.
10. Wortel
Wortel mengandung antioksidan yakni
betakaroten yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian
lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Caranya cukup mudah,
wortel diblender, lalu diperas. Senyawa betakaroten menjadi antioksidan untuk
mencegah dan menghambat ketengikan makanan yang diakibatkan udara dan
mikroorganisme.
11. Lidah Buaya
Daging lidah buaya yang berupa gel
bekerja melalui kombinasi dari beberapa mekanisme. Gel, yang sebagian besar
terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang
dapat mempercepat pembusukan makanan. Tetapi gel juga meningkatkan keamanan
pangan. Gel lidah buaya mengandung beragam antibiotik dan anti cendawan yang
berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan
keracunan makanan pada manusia karena makanan yang sudah membusuk.
Metode pengawetan makanan baik yang
alami atau yang buatan akan mempengaruhi kualitas gizi yang terkandung,
terutama vitamin dan mineral – zat gizi yang mudah rusak jika diawetkan dalam
jangka waktu lama. Oleh karena itu, mengkonsumsi bahan pangan segar adalah cara
terbaik untuk mendapatkan asupan nutrisi optimal.
sumber : https://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/05/pengawet-makanan-alami/
proses pembuatan gula tebu PT.MADUKISMO
PROSES PEMBUATAN GULA TEBU
A. Proses
Penimbangan
Proses awal di PG Madukismo
dimulai dari penerimaan bahan baku yang biasanya diangkut menggunakan truk dan
dipindahkan ke lori. Tebu yang masuk harus memiliki SPA (Surat Perintah
Angkut), nama pemilik kebun dari tebu yang diangkut, nomor SPA, asal kebun, berat
bruto, nama sinder, dan luas kebun. Tebu yang digunakan dalam pembuatan gula di
PG Madukismo berasal dari Pasuruan, Solo, dan Yogyakarta.
Tebu yang masuk menggunakan
truk akan melewati jembatan timbangan di pintu masuk untuk mengnghitung berat
tebu bersama truk. Pada saat menimbang diperhatikan kepekaan, ketepatan, posisi
ketepatan jarum, dan kesamaan pencatatan angka agar tidak terjadi kesalahan
pada saat perhitungan berat tebu. Tebu yang masuk mengunakan truk, selanjutnya
akan dipindahkan ke lori menggunakan Hoist
crane. Hoist crane merupakan suatu alat yang dapat digerakkan melingkar
360°. Truk yang telah kosong akan keluar dari stasiun ini dan akan ditimbang
kembali berat kosongnya pada jembatan penimbangan di pintu keluar.
Lori di PG.
Madukismo yang mengangkut tebu ditarik oleh lokomotif menuju Emplasment tebu. Dari Emplasment lalu dibawa ke stasiun
Penggilingan. Tebu diangkut dari lori menggunakan crane tebu lalu dipindahkan ke meja tebu. Lori yang
kosongditarikkembalikeEmplasmentdepanuntukdiisitebulagi.
B. Proses
Penggilingan
Penggilingan tebu bertujuan
untuk memisahkan nira dari serabut atau ampas pada batang tebu dan menekan
kehilangan gula dalam ampas sekecil mungkin. Proses pemerasan tebu dilakukan
menggunakan rangkaian gilingan. Kriteria tebu yang baik PG Madukismo adalah
manis, bersih, dan segar.
Setelah proses penimbangan, tebu dipindahkan ke
meja tebu. Meja tebu yang digunakan di PG Madukismo menggunakan leveller yang berguna dalam mengatur
jumlah tebu yang akan jatuh di crane
carrier I kemudian diteruskan ke unigrator.
Untuk memperbesar bidang permukaan tebu agar semakin efektif mengambil sarinya,
tebu dimasukkan ke unit unigrator yang
akan menghancurkan tebu dan dibuat menjadi serpihan kecil. Tebu yang telah
hancur akan diteruskan ke rol gilingan dan diberikan tekanan yang merata pada
rol gilingan. Dengan demikian akan diperoleh nira secara maksimal.
PG Madukismo memiliki 1 unit unigrator Mark IV yang digerakkan oleh
turbin dengan daya 1085 HP dan mempunyai fungsi untuk memotong-motong dan
menyayat tebu. Unigrator ini sebagai pengganti pisau tebu yang mulai tahun 1997
sudah tidak dipergunakan lagi. Keuntunganpenggunaanunigratoryaitu:
a. Memudahkan dalam pemerahan (semakin banyak yang
terpotong atau tersayat maka akan lebih ringan dalam pemerahan).
b.
Membuka sel-sel sebanyak mungkin sehingga gula yang dikeluarakan lebih banyak.
Selain memiliki kelebihan, unigrator juga memiliki kelemahan, yaitu ampas yang
dihasilkan lebih halus sehingga mudah lolos dan terikut ke stasiun pemurnian. Pada stasiun pemurnian akan terbebani dengan adanya ampas halus. Serpihan-serpihan tebu dari unigrator kemudian diangkut conveyor miring ke unit gilingan I.
Alat gilingan terdiri dari 3 bagian yaitu rol
atas, rol muka, dan rol belakang. Rol atas dipasang pada bantalan yang dapat
bergerak naik turun, posisi rol ini terhadap rol muka dan belakang dipasang
saling dengan posisi rapat sehingga ampas yang masuk ke unit gilingan dapat
terperah serta menghasilkan nira sebanyak mungkin. Gilingan yang di PG
Madukismo terdapat 5 unit gilingan yang dirangkai secara seri dan dilengkapi
dengan saringan pasir dan saringan ampas kasar maupun halus. Rol muka berfungsi
sebagai menerima cacahan tebu yang masuk dan menahan tekanan dari rol atas.
Plat ampas dipasang diantara rol muka dan rol belakang yang berfungsi
meneruskan ampas dari bukaan muka ke bukaan belakang.
Unit gilingan di PG Madukismo diberi tekanan
hidrolik dengan tekanan sebesar 200-300 kg/cm3. Penggunaan pompa
hidrolik berfungsi untuk:
a.
lebih
mudah mengatur tekanan.
b.
tekanan
setiap saat dapat diperiksa.
c.
tekakanan
tetap konstan meskipun ampas masuk dalam gilingan berkurang.
d.
Aman
terhadap keretakan bila ampas terlalu tebal.
Adanya tekanan pada rol atas serta adanya alur
pada rol bawah, membuat nira yang diperoleh akan keluar melalui alur-alur
tersebut dan ampas akan keluar dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Menururt Chen & Chou (1993), proses pemerahan nira perlu mendapat perhatian
khusus karena kemungkinan terjadi kontaminan sangat besar. Walaupun pada proses
selanjutnya akan diproses pada suhu tinggi untuk membunuh mikroorganisme yang
ada, namun akan sangat baik bila nira tidak terkontaminasi sejak awal agar jumlah
mikroorganisme tidak meningkat pada proses selanjutnya. Salah satu penyebab
kontaminasi adalah alat dan mesin yang digunakan.
Penggilingan tebu di PG Madukismo dilakukan dengan 5 tahap proses
penggilingan yaitu:
·
Gilingan
I
Pada gilingan yang pertama, tebu yang telah dicacah
diperah sampai keluar niranya. Nira hasil gilingan pertama disebut sebagai Nira
Perahan Pertama (NPP). NPP kemudian ditampung pada bak penampungan nira mentah,
sedangkan ampas yang dihasilkan diperah kembali pada penggilingan II.
·
Gilingan
II
Pada tahap penggilingan kedua, ampas dari proses
penggilingan pertama digiling kembali. Hasil perahan pada gilingan kedua
disebut sebagai Nira Perahan Lanjutan (NPL). Nira hasil perahan giilingan II
ini dicampur dengan NPP dan dinamakan nira mentah. Pada proses penggilingan
kedua ini diberikan nira imbibisi hasil gilingan III.
·
Gilingan
III
Pada gilingan III dilakukan pemerahan ampas dari gilingan
kedua. Pada gilingan III ditambahkan dengan nira imbibisi hasil perahan
gilingan IV. Nira yang didapatkan dari gilingan ketiga ini kemudian disaring
dengan saringan goyang (screen) yang
terbuat dari tembaga. Ampas gilingan III diperah lagi pada gilingan IV.
·
Gilingan
IV
Gilingan IV menggunakan ampas dari gilingan ketiga yang kemudian
diperah kembali. Pada penggilingan keempat ditambahkan nira imbibisi. Nira
imbibisi yang ditambahkan pada proses ini merupakan nira hasil perahan gilingan
V. Selain ditambahkan nira imbibisi, pada proses ini juga ditambahkan air
imbibisi.
·
Gilingan
V
Gilingan V menggunakan ampas dari gilingan keempat. Pada
saat proses pemerahan ditambahkan air imbibisi. Air imbibisi yang ditambahkan
pada gilingan IV dan V memiliki suhu sebesar 60-70°C sebanyak 20-30 % dari
jumlah tebu yang digiling. Air imbibisi ini berasal dari air jatuhan kondensat.
Dari
nira gilingan pertama (NPP) dilakukan pengamatan, didapatkan brix sebesar 15.6
dengan Suhu 30.5 & koreksi suhu 0.20 Brix terkoreksi 15.80 dan drying 56.6.
Pada Nira Perahan Lanjut (NPL) atau gilingan kedua dilakukan pengamatan,
didapatkan brix sebesar 12.2, suhu 30.5 & koreksi suhu 0.20 brix terkoreksi
12.4 dan drying 34.7.
Pada proses pemerahan digunakan saringan getar
untuk menyaring nira perahan pertama (NPP), dan nira pemerahan lanjutan (NPL).
Saringan ini digunakan bergantian dengan DSM Screen. PG. Madukismo memiliki satu unit saringan getar.
DSM
Screen merupakan alat yang digunakan
untuk menyaring ampas halus. DSM screen ini
bekerja secara memutar, nira yang masih terdapat ampas halus ini dialirkan ke
penyaring guna memisahkan nira dari ampas halus. Ampas ini kemudian dijatuhkan
ke krepyak ampas sedangkan nira dialirkan ke saluran nira yang berada di
bawahnya.
Ampas
tebu dari unit gilingan V ke ketel diangkut menggunakan Flight conveyor. Alat ini memiliki panjang 7,7 m dan lebar 1,18 m.
Alat ini terdiri dari papan-papan kayu yang disusun dan digerakkan menuju ke
atas.
Sebelum menuju proses pemurnian, nira ditimbang
terlebih dahulu menggunakan timbangan nira mentah untuk mengetahui berat nira
mentah. Kapasitas alat ini adalah 5 ton dalam satu kali timbang. Terdapat 1
buah timbangan nira mentah di PG. Madukismo.
C.
Proses Pemurnian
Produksi gula mulai dari proses penggilingan
sampai proses penyelesaian harus benar-benar baik, terutama pada proses
pemurnian nira di stasiun pemurnian. Hal ini disebabkan nira yang keluar dari
stasiun gilingan masih mengandung kotoran. Oleh karena itu, nira harus
dimurnikan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang terkandung dalam nira
(Fahmie, 2002).
Penghilangan kotoran dilakukan dengan pengaturan
kondisi proses sebaik mungkin, sehingga jumlah sukrosa maupun monosakarida yang
rusak berkurang. Nira mentah yang berasal dari stasiun penggilingan terdiri
dari berbagai macam komponen. Komponen nira mentah antara lain air, gula
(sukrosa), monosakarida (gula reduksi), asam organik dan protein, bahan lilin,
bahan organik, dan tanah dan pasir. Tujuan dari pemurnian nira adalah untuk
menghilangkan kandungan bukan gula sebanyak mungkin, dengan kerusakan gula dan
gula reduksi sekecil-kecilnya.
Sifat dari sukrosa yaitu akan rusak pada suasana
asam tetapi lebih stabil pada suasana netral atau basa, sedangkan gula reduksi
stabil dalam suasana asam dan akan rusak pada suasana alkalis. Kerusakan akan
semakin besar dengan naiknya suhu dan bertambahnya waktu. Karena itu dalam
proses pemurnian, ketiga hal yaitu pH, suhu dan waktu tidak boleh bersamaan
dalam kondisi yang ekstrim. Menurut Solomon (1987), sukrosa merupakan salah
satu contoh paling umum dari disakarida yang bersifat menyebabkan rasa manis
dalam buah-buahan dan tebu, lebih manis dari laktosa. Selain itu, sukrosa
sangat mudah larut, dan bila dipanaskan pada suhu tinggi akan terurai sebagian
dalam bentuk karamel (DeMan, 1997).
Penghilangan kotoran menurut
Supriyono (2006) dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1.
Cara
Kimia
Penghilangan kotoran
secara kimia dengan menggunakan suatu zat yang dapat bereaksi dengan niranya.
Nira yang bersifat asam harus dinetralkan dengan suatu basa yang dapat
menimbulkan efek pemurnian yang baik. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan
sebagai berikut:
A + B Ã AB
Produk AB yang
terbentuk dari reaksi penetralan atau penggaraman tersebut diharapkan
menghasilkan suatu bahan yang tidak larut di dalam nira (mengendap), sehingga
komponen A yang terdapat dalam nira dapat mengendap yang berarti terjadi
pemurnian terhadap komponen A dari nira.
1.
Cara
Kimia Fisika
Proses penghilangan
kotoran cara kimia fisika peristiwanya bersumber dari cara kimia. Suatu
peristiwa yang disebut absorbsi yaitu kemampuan bahan untuk menarik benda-benda
lain di sekitarnya ke permukaan benda tersebut. Dengan cara kimia tadi dimana
terbentuk endapan AB, endapan ini dapat menyerap partikel-partikel kecil di
sekitarnya dan membawa partikel ke permukaan endapan sehingga ikut mengendap.
Dengan demikian terjadi penghilangan kotoran lembut dari nira sehingga nira
menjadi jernih.
2.
Cara
Fisis
Penghilangan kotoran secara
fisika digolongkan menjadi beberapa cara, seperti pengendapan, penyaringan, dan
pengapungan. Keberhasilan proses penghilangan kotoran secara fisis tergantung
dari hasil pekerjaan secara kimia fisika.
D. Proses Evaporasi
Hasil dari proses pemurnian
adalah nira encer. Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah
proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari
penguapan nira encer ini adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati
konsentrasi jenuhnya (Risvan, 2008). Evaporasi dalam industri makanan dapat
digunakan dengan mengkonsentratkan makanan agar menjadi lebih kental. Biasanya
dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya (Potter, 1995).
Penguapan adalah proses yang digunakan untuk mengurangi kadar air yang ada
pada nira dengan menggunakan panas, karena nira dari proses pemurnian merupakan
nira yang masih encer dan masih banyak mengandung air. Tujuan dari penguapan
ini adalah untuk meningkatkan kandungan padatan dari produk pangan, memberikan
kenyamanan bagi konsumen dan pabrik, serta mengubah flavor dan warna dari suatu
produk pangan (Fellows, 1990).
Menurut Soejardi (2003), komponen terbesar dalam nira encer adalah air
sehingga pada proses evaporasi ini berfungsi untuk menghilangkan sebagian air
yang terdapat pada nira. Pada proses
penguapandilakukanmenggunakanbeberapaalat, yaitu:
1.
Evaporator
Evaporator
merupakan bejana
pemanas yang menguapkan nira yang bekerja secara berurutan. Peralatan evaporato rterdiri dari centralcondenser, pompa vaccum yang digerakkan dengan electromotor, badan evaporator, pipa –
pipa uapnira, pipa – pipa exhauststeam,
pipa – pipa pencuci/ pipa – pipa air, pompa air condensate, pipa – pipa condensate,
pompa soda, tanki dan perpipaan, perpipaan nira. Untuk menguap kan nira dan
dilengkapi ruang vakum untuk menurunkan titikdidih nira sehingga kerusakan ukrosa
dan monosakarida dapat ditekan.
PG Madukismo mempunyai lima buah pan penguapan yang telah diatur jadwal
pembersihannya sehingga dapat digunakan secara bergantian dan kemampuan
penguapan tetap terjaga.
2.
TangkiKondensat
Untuk menampung air kondensat yang
berasaldari proses penguapansecarakeseluruhan yang menghasikan air
kondensatkemudiandigunakansebagai air pengisiketeldengansuhu air yang
relatiftinggi
3.
KetelUap
Untukmengubah
air menjadiuap yang akandigunakansebagaipembangkittenagauap
4.
PompaVakum
Untukmembuatkondisimenjadihampapadabejana
evaporator, menarikuaphasilpenguapan, kemudianuaptersebutdijadikan air
embundengancaramenginjeksi air
dinginhinggauaptersebutmenjadidingindanberubahmenjadi air embun yang
siapuntukdibuang.
Proses evaporasi pada umumnya menggunakan energi panas untuk menguapkan air
pada titik didihnya (Potter, 1995). Selama proses penguapan ini panas laten
pindah dari mesin ke produk, sehingga suhu pada produk dapat meningkat mencapai
titik didihnya (panas sensibel).Tekanan uap air meningkat sehingga membentuk
gelembung dari uap air pada cairan. Uap air akan menguap dari permukaan cairan
(Fellows, 1990).
Menurut Potter (1995), evaporasi dengan
menggunakan sistem vakum dapat membantu menghilangkan kadar air dengan
temperatur yang rendah. Dengan menggunakan suhu pemanasan yang rendah ini bahan
makanan yang akan diuapkan tidak akan rusak.Proses penguapan ini biasanya
menggunakan panas untuk menguapkan air pada titik didihnya. Produk pangan pada
umumnya tidak tahan terhadap panas, sehingga pemanasan yang terlalu lama dapat
menyebabkan off flavor atau penurunan
kualitas. Sukrosa atau gula pasir mudah
rusak pada suhu yang tinggi.
E. Proses
Kristalisasi
Proses
kristalisasi merupakan salah satu proses yang penting dalam pembuatan gula di PG Madukismo. Proses kristalisasi merupakan
suatu tahap proses penguapan lebih lanjut yang digunakan untuk pemasakan ula.
Penguapan lebih lanjut ini dilakukan untuk mengkristalkan nira hasil penguapan menjadi
lebih kental. Kehilangan gula dalam proses ini dapat meminimalkan waktu proses,
sehingga dengan demikian biayanyapun dapat diminimalkan.
Proses pembentukan kristal gula pada dasarnya
adalah untuk penghilangan air dari larutan sukrosa, sehingga larutan menjadi
jenuh dan akhirnya mengkristal. Apabila kristal yang terdapat pada nira kental
yang satu dengan yang lain saling tarik – menarik, maka kristal sukrosa yang
terdapat di bagian dalam akan mengalami kesetimbangan antara molekul sukrosa
yang larut dan yang mengkristal. Keadaanini yang
dinamakandengankeadaanlewatjenuh.
PG Madukismo menggunakan system kristalisasi bertahap
yaitu tipe masakan A-C-D. Hal ini bertujuan untuk mencegah karamelisasi dan terbentuknya
kerak akibat dari pemanasan secara kontinyu.Tipe masakan A-C-D disebut juga dengan
tipe masakan Tripple Trap Boiling System.
Dari sistem ACD diperoleh Harga Kemurnian (HK) yang berbeda – bedaya itumasakan
A dengan HK > 80, masakan C dengan HK 70 – 74, dan untuk masakan D dengan HK
56 – 60. Perbedaan tingkat masakan ditentukan dengan tinggi rendahnya kemurnian
(kemurnian berdasarkan kandungan sukrosa pada gula).
Masakan A menggunakan nira kental sebagai bahan
masakan yang akan menghasilkan campuran Kristal sukrosa dengan nira yang belum mengkristal,
yang disebut juga dengan stroop. Campuran
tersebut diturunkan kepalung pendingin A dan diputar sehingga menghasilkan gula
A dan stroop A. Stroop ini
dipakai sebagai bahan masakan C, kemudian diturunkan pada palung pendingin C
dan diputar di putaran C menghasilkan stroop
yang digunakan sebagai masakan D. Masakan D diturunkan pada palungp endingin D,
diputar padaputaran D1 menghasilkangula D1 dantetes. Tetes tersebut dibawa kepabrik spiritus, dan
gula D1 diputar lagi pada putaran D2. Gula A masuk kedalam mixer dan diputar pada putaran SHS yang dipakai untuk tambahan masakan
A, C, dan D.
F.
Analisa Mutu
i. Analisa Mutu Proses Penggilingan
Pada stasiun penggilingan dilakukan uji dalam proses pengawasan mutu dengan
menganalisa sampel hasil gilingan. Analisa dilakukan untuk mengetahui seberapa
efektif proses produksi. Dalam setiap analisa dihitung % brix, % pol dan harkat kemurnian (HK). % brix merupakan jumlah zat kering yang terlarut. Analisa yang
dilakukan antara lain analisa gilingan 1, 2, 3, 4 dan 5, analisa nira mentah,
analisa ampas gilingan 5.
Analisa % brix pada semua gilingan dan nira mentah dilakukan dengan cara
memasukkan sampel ke dalam mol brix
hingga penuh. Analisa persen pol gilingan pada nira mentah dapat dilakukan
dengan cara mengambil 100 ml sampel, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
100-110 ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb Asetat dan air suling hingga
batas tera, lalu digojog lalu disaring. Tapisan 10 ml pertama dibuang dan
tapisan berikutnya dimasukkan ke dalam pol buis, kemudian drying dibaca pada polarimeter. Pol buis yang digunakan harus
penuh, tidak boleh ada gelembung udara. Jika terdapat gelembung udara di dalam
pol buis maka drying tidak akan
terbaca. Persen pol pada gilingan dan nira mentah dihitung dengan rumus:
Analisa
ampas dilakukan pada sampe ampas dari gilingan 5. Penentuan kadar ampas kering
dapat dilakukan dengan cara menimbang ampas sebanyak 1 kg dan dimasukkan ke
dalam alat pengering ampas selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC.
Setelah 1 jam ampas didinginkan ± 15 menit kemudian ditimbang.
Penentuan
% pol pada ampas gilingan dapat dilakukan dengan cara menimbang 1 kg ampas,
kemudian dimasukkan ke dalam alat pemasak ampas dan ditambahkan dengan 10 liter
air. Sampel dipanaskan selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC dan
didinginkan selama 15 menit. Air yang dihasilkan diambil 100 ml, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100-110 ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb
asetat dan air suling sampai batas tera, lalu larutan digojog dan disaring. 10
ml pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan ke dalam pol buis 400 dm,
kemudian drying dibaca pada
polarimeter. Persentasi pol ampas dapat
dihitung dengan rumus:
ii. Analisa
Mutu Proses Pemurnian dan Evaporasi
Analisa mutu pada proses pemurnian dan evaporasi hampir sama. Pada analisa
sampel dari proses pemurnian dilakukan dengan menganalisa pH dan analisa dunsap
(Nira encer). Analisa pH nira dari defekator I dilakukan dengan indikator BTB (Brom Thymol Blue) dan PAN. Apabila nira
dan defekator I yang ditetesi berubah menjadi warna hijau, maka penambahan susu
kapur dihentikan karena pH yang diinginkan sudah tercapai yaitu pH 7-7,2.
Analisa pH yang lainnya yaitu nira dari defekator II yang diberi susu kapur
berlebih. Analisa ini menggunakan indikator PP (Phenol Phtalin), apabila warna nira berubah menjadi merah maka pH
yang diinginkan sudah tercapai yaitu pH 9-9,5. Pada proses evaporasi tidak
dilakukan analisa pH karena sampel dari proses evaporasi adalah nira kental.
Analisa-analisa
yang dilakukan pada nira encer dan nira kental adalah analisa penentuan % brix, % pol dan HK. Persentasi brix dapat dilakukan dengan cara
mendinginkan sampel hingga suhu 35C. Sampel dimasukkan ke dalam mol brix hingga penuh. Ke dalam mol brix ditambahkan penimbang brix, kemudian didiamkan selama 10
sampai 15 menit dan dibaca brix dan
suhu pada mol brix. Penentuan % pol
nira encer sama dengan pengukuran % pol nira mentah. Nilai HK dari nira encer,
nira mentah dan nira gilingan dapat dihitung dengan rumus:
Pada proses pemurnian dilakukan analisa
terhadap blotong yang meliputi penentuan kadar zat kering dan % pol blotong.
Penentuan kadar zat kering blotong dilakukan dengan cara menimbang 20 gram
blotong di dalam pinggan timbangan yang telah ditentukan berat konstannya.
Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu konstan 105-110°C selama 4 jam.
Setelah 4 jam, sampel didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit
dan kemudian ditimbang. Untuk menentukan % pol blotong, dilakukan dengan
menimbang 50 gram blotong dan dihaluskan dalam lumpang porselin. Sampel yang
telah diihaluskan dimasukkan ke dalam labu takar mulut lebar berukuran 200 ml
dan ditambahkan 5 ml Pb asetat dan air suling sampai tanda 200 ml, larutan
digojog hingga homogen dan disaring. 10 mm tapisan pertama dibuang dan tapisan
berikutnya dimasukkan dalam pol buis 200 dm, kemudian drying dibaca di polarimeter. Pada proses evaporasi tidak dilakukan
analisa blotong karena pada proses evaporasi tidak menghasilkan limbah blotong.
ii iii. PengawasanMutu di StasiunMasakan (Kristalisasi)
Terbentuk dan
tumbuhnya kristal pada proses masakan melalui mekanisme nira kental terdiri
atas air dan melokul sakarosa. Jarak antara molekul yang satu terhadap lainnya relatif
jauh. Bila molekul airnya diuapkan maka jarak antar molekull sakarosa semakin
lama semakin pendek dan makin sering bertabrakan. Akibatnya terjadilah terjadilah
penggabungan dan pembentukan rantai-rantai, yang dinamakan sub mikron. Proses ini
terjadi bila larutan tersebut menjadi jenuh karena penguapan. Pada penguapan berikutnya,
sub mikron-sub mikron tersebut bergabung menjadi satu membentuk inti-inti
kristal yang dapat dilihat bila setetes larutan tersebut ditaruh di atas kaca kemudian
dilihat di atas cahaya. Inti-inti kristalitu berangsur-angsur akan tumbuh.
Pertumbuhan kristal itu disebabkan karena molekul-molekul sakarosa yang secara
bertahap menempel pada bidang permukaan inti kristal (Martoharsono, 1978).
Untuk
mendapatkanmutu yang baik pada produksi gula PG Madukismo maka syarat masakan
yang bisa diturunkan kepalung pendingin dari adalah:
—
Kristalnya
besar dan rata, dalam hal ini ukuran kristal dalam masakan A=0,9-1,0 mm (HK:
80-84), masakan C= ±0,5 mm (HK: 70-73), masakan D= ±0,3 mm (HK:
56-61)
—
Larutan
induk tipis dan bening
— Bebas
dari Kristal palsu
— Kristal
dalam kondisi rapat
Dipalung pendingin akan terjadi kristalisasi
lanjut pada masakan sehingga harus dilakukan pengawasan mutu. Agar proses
berlangsung optimal makapalung pendingin di PG Madukismo dilengkapi dengan:
·
Heat
exchanger, dimana di dasar palung terdapat pipa yang dialiri
air (40oC) sehingga proses pendinginan masakan akan berlangsung lebihcepat.
Langganan:
Postingan (Atom)