Minggu, 20 Maret 2016

zat pengawet makanan alami



ZAT PENGAWET MAKANAN ALAMI

Proses pengawetan alami pada umumnya telah banyak dilakukan masyarakat seperti proses penggaraman, pendinginan, pengeringan, pengalengan, dan penyinaran. Beberapa proses ini umumnya bersifat alami sehingga aman dan tidak menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan manusia. Produk pengawet ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya bahan baku yang mudah diperoleh, proses yang sederhana, waktu proses yang singkat serta tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatannya.
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama. Sebenarnya ada cara aman dan sehat dalam mengawetkan makanan, yaitu mengawetkan makanan secara alami.

Mengenal Jenis Pengawet Makanan
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam. Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak buruknya terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain bahan pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk. Mari kita kenali satu persatu masing-masing jenis pengawet alami:
1.      Garam Dapur


Garam dapur adalah senyawa kimia Natrium chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan cita rasa garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap air, sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karena dehidrasi.Garam dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.Penggunaan garam sebagai pengawet biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti yang dilakukan pada proses pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran dan buah. Cara penggunaanya sangat sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan.

2.      Gula Pasir

Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal yang merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit. Anda tentu sudah tahu bentuk gula pasir, yaitu butiran berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk butiran, gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gula halus.Gula pasir biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis. Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati.Penggunaan gula sebagai pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dodol, permen, sirup dan jeli.

3.      Cuka

Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran, seperti cuka apel, cuka hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini diperoleh dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering digunakan untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah cuka sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat.Biasanya cuka mengandung asam asetat 98%.Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman, cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya diawetkan dengan cuka adalah acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan pada buah dan sayuran. Dengan penambahan cuka, sayuran dan buah akan lebih bertahan warnanya.

4.      Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur yang sangat populer. Aroma dan rasanya yang khas, dapat memberikan citarasa lezat dan harum pada masakan. Selain sebagai bumbu dapur, bawang putih ternyata sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini desebabkan karena bawang putih dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. Kandungan allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan gram negatif.Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei, Staphylococcus sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.

5.      Kepayang/kluwek/keluwek/keluak/kluak atau Picung/Pucung.

Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak (Pangium edule Reinw) juga bisa digunakan sebagai pengawet. Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan isi perutnya.
Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang.Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa merubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.

6.      Pengeringan

Selain menggunakan bahan pangan alami, pengawetan bahan pangan juga bisa dilakukan dengan metode pengeringan. Pengeringan adalah cara pengawetan bahan makanan paling praktis, aman, murah dan sehat. Hampir semua bahan pangan baik sayuran, buah, kacang-kacangan hingga daging dapat diawetkan dengan metode pengeringan. Tujuannya adalah mengurangi sebagian air dalam bahan pangan hingga 10-15 % sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat hidup.Metodenya bisa dengan cara pengeringan menggunakan sinar matahari maupun panas oven. Bahan pangan yang dikeringkan seperti ubi, sayuran dan buah diiris tipis-tipis kemudian dijemur atau dioven dalam suhu rendah (di bawah 40 derajat celcius) hingga kering. Selanjutnya bahan pangan tinggal disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup rapat. Bahan pangan yang dikeringkan biasanya bertahan hingga 1 bulan.

7.      Karagenan

Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 – 1,5 gram karagenan dijual dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan.

8.      Gambir

Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.Secara alami para produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).

9.      Kitosan

Kitosan atau chitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi.Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan mengendap.

10.  Wortel

Wortel mengandung antioksidan yakni betakaroten yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Caranya cukup mudah, wortel diblender, lalu diperas. Senyawa betakaroten menjadi antioksidan untuk mencegah dan menghambat ketengikan makanan yang diakibatkan udara dan mikroorganisme.

11.  Lidah Buaya

Daging lidah buaya yang berupa gel bekerja melalui kombinasi dari beberapa mekanisme. Gel, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Tetapi gel juga meningkatkan keamanan pangan. Gel lidah buaya mengandung beragam antibiotik dan anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan keracunan makanan pada manusia karena makanan yang sudah membusuk.
Metode pengawetan makanan baik yang alami atau yang buatan akan mempengaruhi kualitas gizi yang terkandung, terutama vitamin dan mineral – zat gizi yang mudah rusak jika diawetkan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, mengkonsumsi bahan pangan segar adalah cara terbaik untuk mendapatkan asupan nutrisi optimal.

sumber : https://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/05/pengawet-makanan-alami/

proses pembuatan gula tebu PT.MADUKISMO



PROSES PEMBUATAN GULA TEBU

 

A.    Proses Penimbangan
Proses awal di PG Madukismo dimulai dari penerimaan bahan baku yang biasanya diangkut menggunakan truk dan dipindahkan ke lori. Tebu yang masuk harus memiliki SPA (Surat Perintah Angkut), nama pemilik kebun dari tebu yang diangkut, nomor SPA, asal kebun, berat bruto, nama sinder, dan luas kebun. Tebu yang digunakan dalam pembuatan gula di PG Madukismo berasal dari Pasuruan, Solo, dan Yogyakarta.

Tebu yang masuk menggunakan truk akan melewati jembatan timbangan di pintu masuk untuk mengnghitung berat tebu bersama truk. Pada saat menimbang diperhatikan kepekaan, ketepatan, posisi ketepatan jarum, dan kesamaan pencatatan angka agar tidak terjadi kesalahan pada saat perhitungan berat tebu. Tebu yang masuk mengunakan truk, selanjutnya akan dipindahkan ke lori menggunakan Hoist crane. Hoist crane merupakan suatu alat yang dapat digerakkan melingkar 360°. Truk yang telah kosong akan keluar dari stasiun ini dan akan ditimbang kembali berat kosongnya pada jembatan penimbangan di pintu keluar.
Lori di PG. Madukismo yang mengangkut tebu ditarik oleh lokomotif menuju Emplasment tebu. Dari Emplasment lalu dibawa ke stasiun Penggilingan. Tebu diangkut dari lori menggunakan crane tebu lalu dipindahkan ke meja tebu. Lori yang kosongditarikkembalikeEmplasmentdepanuntukdiisitebulagi.



B.    Proses Penggilingan
Penggilingan tebu bertujuan untuk memisahkan nira dari serabut atau ampas pada batang tebu dan menekan kehilangan gula dalam ampas sekecil mungkin. Proses pemerasan tebu dilakukan menggunakan rangkaian gilingan. Kriteria tebu yang baik PG Madukismo adalah manis, bersih, dan segar.

Setelah proses penimbangan, tebu dipindahkan ke meja tebu. Meja tebu yang digunakan di PG Madukismo menggunakan leveller yang berguna dalam mengatur jumlah tebu yang akan jatuh di crane carrier I kemudian diteruskan ke unigrator. Untuk memperbesar bidang permukaan tebu agar semakin efektif mengambil sarinya, tebu dimasukkan ke unit unigrator yang akan menghancurkan tebu dan dibuat menjadi serpihan kecil. Tebu yang telah hancur akan diteruskan ke rol gilingan dan diberikan tekanan yang merata pada rol gilingan. Dengan demikian akan diperoleh nira secara maksimal.
PG Madukismo memiliki 1 unit unigrator Mark IV yang digerakkan oleh turbin dengan daya 1085 HP dan mempunyai fungsi untuk memotong-motong dan menyayat tebu. Unigrator ini sebagai pengganti pisau tebu yang mulai tahun 1997 sudah tidak dipergunakan lagi. Keuntunganpenggunaanunigratoryaitu:
a.      Memudahkan dalam pemerahan (semakin banyak yang terpotong atau tersayat maka akan lebih ringan dalam pemerahan).
b.                  Membuka sel-sel sebanyak mungkin sehingga gula yang dikeluarakan lebih banyak.

Selain memiliki kelebihan, unigrator juga memiliki kelemahan, yaitu ampas yang dihasilkan lebih halus sehingga mudah lolos dan terikut ke stasiun pemurnian.  Pada stasiun pemurnian akan terbebani dengan adanya ampas halus.  Serpihan-serpihan tebu dari unigrator kemudian diangkut conveyor miring ke unit gilingan I.

Alat gilingan terdiri dari 3 bagian yaitu rol atas, rol muka, dan rol belakang. Rol atas dipasang pada bantalan yang dapat bergerak naik turun, posisi rol ini terhadap rol muka dan belakang dipasang saling dengan posisi rapat sehingga ampas yang masuk ke unit gilingan dapat terperah serta menghasilkan nira sebanyak mungkin. Gilingan yang di PG Madukismo terdapat 5 unit gilingan yang dirangkai secara seri dan dilengkapi dengan saringan pasir dan saringan ampas kasar maupun halus. Rol muka berfungsi sebagai menerima cacahan tebu yang masuk dan menahan tekanan dari rol atas. Plat ampas dipasang diantara rol muka dan rol belakang yang berfungsi meneruskan ampas dari bukaan muka ke bukaan belakang.
 

Unit gilingan di PG Madukismo diberi tekanan hidrolik dengan tekanan sebesar 200-300 kg/cm3. Penggunaan pompa hidrolik berfungsi untuk:
a.                   lebih mudah mengatur tekanan.
b.                  tekanan setiap saat dapat diperiksa.
c.                   tekakanan tetap konstan meskipun ampas masuk dalam gilingan berkurang.
d.                  Aman terhadap keretakan bila ampas terlalu tebal.

Adanya tekanan pada rol atas serta adanya alur pada rol bawah, membuat nira yang diperoleh akan keluar melalui alur-alur tersebut dan ampas akan keluar dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Menururt Chen & Chou (1993), proses pemerahan nira perlu mendapat perhatian khusus karena kemungkinan terjadi kontaminan sangat besar. Walaupun pada proses selanjutnya akan diproses pada suhu tinggi untuk membunuh mikroorganisme yang ada, namun akan sangat baik bila nira tidak terkontaminasi sejak awal agar jumlah mikroorganisme tidak meningkat pada proses selanjutnya. Salah satu penyebab kontaminasi adalah alat dan mesin yang digunakan.
 

Penggilingan tebu di PG Madukismo dilakukan dengan 5 tahap proses penggilingan yaitu:
·         Gilingan I
Pada gilingan yang pertama, tebu yang telah dicacah diperah sampai keluar niranya. Nira hasil gilingan pertama disebut sebagai Nira Perahan Pertama (NPP). NPP kemudian ditampung pada bak penampungan nira mentah, sedangkan ampas yang dihasilkan diperah kembali pada penggilingan II.
·         Gilingan II
Pada tahap penggilingan kedua, ampas dari proses penggilingan pertama digiling kembali. Hasil perahan pada gilingan kedua disebut sebagai Nira Perahan Lanjutan (NPL). Nira hasil perahan giilingan II ini dicampur dengan NPP dan dinamakan nira mentah. Pada proses penggilingan kedua ini diberikan nira imbibisi hasil gilingan III.
·         Gilingan III
Pada gilingan III dilakukan pemerahan ampas dari gilingan kedua. Pada gilingan III ditambahkan dengan nira imbibisi hasil perahan gilingan IV. Nira yang didapatkan dari gilingan ketiga ini kemudian disaring dengan saringan goyang (screen) yang terbuat dari tembaga. Ampas gilingan III diperah lagi pada gilingan IV.
·         Gilingan IV
Gilingan IV menggunakan ampas dari gilingan ketiga yang kemudian diperah kembali. Pada penggilingan keempat ditambahkan nira imbibisi. Nira imbibisi yang ditambahkan pada proses ini merupakan nira hasil perahan gilingan V. Selain ditambahkan nira imbibisi, pada proses ini juga ditambahkan air imbibisi.
·         Gilingan V
Gilingan V menggunakan ampas dari gilingan keempat. Pada saat proses pemerahan ditambahkan air imbibisi. Air imbibisi yang ditambahkan pada gilingan IV dan V memiliki suhu sebesar 60-70°C sebanyak 20-30 % dari jumlah tebu yang digiling. Air imbibisi ini berasal dari air jatuhan kondensat.

Dari nira gilingan pertama (NPP) dilakukan pengamatan, didapatkan brix sebesar 15.6 dengan Suhu 30.5 & koreksi suhu 0.20 Brix terkoreksi 15.80 dan drying 56.6. Pada Nira Perahan Lanjut (NPL) atau gilingan kedua dilakukan pengamatan, didapatkan brix sebesar 12.2, suhu 30.5 & koreksi suhu 0.20 brix terkoreksi 12.4 dan drying 34.7.

Pada proses pemerahan digunakan saringan getar untuk menyaring nira perahan pertama (NPP), dan nira pemerahan lanjutan (NPL). Saringan ini digunakan bergantian dengan DSM Screen. PG. Madukismo memiliki satu unit saringan getar.

DSM Screen merupakan alat yang digunakan untuk menyaring ampas halus. DSM screen ini bekerja secara memutar, nira yang masih terdapat ampas halus ini dialirkan ke penyaring guna memisahkan nira dari ampas halus. Ampas ini kemudian dijatuhkan ke krepyak ampas sedangkan nira dialirkan ke saluran nira yang berada di bawahnya.
Ampas tebu dari unit gilingan V ke ketel diangkut menggunakan Flight conveyor. Alat ini memiliki panjang 7,7 m dan lebar 1,18 m. Alat ini terdiri dari papan-papan kayu yang disusun dan digerakkan menuju ke atas.
Sebelum menuju proses pemurnian, nira ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan nira mentah untuk mengetahui berat nira mentah. Kapasitas alat ini adalah 5 ton dalam satu kali timbang. Terdapat 1 buah timbangan nira mentah di PG. Madukismo. 






C.    Proses Pemurnian
Produksi gula mulai dari proses penggilingan sampai proses penyelesaian harus benar-benar baik, terutama pada proses pemurnian nira di stasiun pemurnian. Hal ini disebabkan nira yang keluar dari stasiun gilingan masih mengandung kotoran. Oleh karena itu, nira harus dimurnikan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang terkandung dalam nira (Fahmie, 2002).

Penghilangan kotoran dilakukan dengan pengaturan kondisi proses sebaik mungkin, sehingga jumlah sukrosa maupun monosakarida yang rusak berkurang. Nira mentah yang berasal dari stasiun penggilingan terdiri dari berbagai macam komponen. Komponen nira mentah antara lain air, gula (sukrosa), monosakarida (gula reduksi), asam organik dan protein, bahan lilin, bahan organik, dan tanah dan pasir. Tujuan dari pemurnian nira adalah untuk menghilangkan kandungan bukan gula sebanyak mungkin, dengan kerusakan gula dan gula reduksi sekecil-kecilnya.

Sifat dari sukrosa yaitu akan rusak pada suasana asam tetapi lebih stabil pada suasana netral atau basa, sedangkan gula reduksi stabil dalam suasana asam dan akan rusak pada suasana alkalis. Kerusakan akan semakin besar dengan naiknya suhu dan bertambahnya waktu. Karena itu dalam proses pemurnian, ketiga hal yaitu pH, suhu dan waktu tidak boleh bersamaan dalam kondisi yang ekstrim. Menurut Solomon (1987), sukrosa merupakan salah satu contoh paling umum dari disakarida yang bersifat menyebabkan rasa manis dalam buah-buahan dan tebu, lebih manis dari laktosa. Selain itu, sukrosa sangat mudah larut, dan bila dipanaskan pada suhu tinggi akan terurai sebagian dalam bentuk karamel (DeMan, 1997).

Penghilangan kotoran menurut Supriyono (2006) dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1.      Cara Kimia
Penghilangan kotoran secara kimia dengan menggunakan suatu zat yang dapat bereaksi dengan niranya. Nira yang bersifat asam harus dinetralkan dengan suatu basa yang dapat menimbulkan efek pemurnian yang baik. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
A + B à AB
Produk AB yang terbentuk dari reaksi penetralan atau penggaraman tersebut diharapkan menghasilkan suatu bahan yang tidak larut di dalam nira (mengendap), sehingga komponen A yang terdapat dalam nira dapat mengendap yang berarti terjadi pemurnian terhadap komponen A dari nira.
1.                  Cara Kimia Fisika
Proses penghilangan kotoran cara kimia fisika peristiwanya bersumber dari cara kimia. Suatu peristiwa yang disebut absorbsi yaitu kemampuan bahan untuk menarik benda-benda lain di sekitarnya ke permukaan benda tersebut. Dengan cara kimia tadi dimana terbentuk endapan AB, endapan ini dapat menyerap partikel-partikel kecil di sekitarnya dan membawa partikel ke permukaan endapan sehingga ikut mengendap. Dengan demikian terjadi penghilangan kotoran lembut dari nira sehingga nira menjadi jernih.
2.                  Cara Fisis
Penghilangan kotoran secara fisika digolongkan menjadi beberapa cara, seperti pengendapan, penyaringan, dan pengapungan. Keberhasilan proses penghilangan kotoran secara fisis tergantung dari hasil pekerjaan secara kimia fisika.
 

D.    Proses Evaporasi
            Hasil dari proses pemurnian adalah nira encer. Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira encer ini adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya (Risvan, 2008). Evaporasi dalam industri makanan dapat digunakan dengan mengkonsentratkan makanan agar menjadi lebih kental. Biasanya dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya (Potter, 1995).

Penguapan adalah proses yang digunakan untuk mengurangi kadar air yang ada pada nira dengan menggunakan panas, karena nira dari proses pemurnian merupakan nira yang masih encer dan masih banyak mengandung air. Tujuan dari penguapan ini adalah untuk meningkatkan kandungan padatan dari produk pangan, memberikan kenyamanan bagi konsumen dan pabrik, serta mengubah flavor dan warna dari suatu produk pangan (Fellows, 1990).

Menurut Soejardi (2003), komponen terbesar dalam nira encer adalah air sehingga pada proses evaporasi ini berfungsi untuk menghilangkan sebagian air yang terdapat pada nira. Pada proses penguapandilakukanmenggunakanbeberapaalat, yaitu:
1.      Evaporator
           Evaporator merupakan bejana pemanas yang menguapkan nira yang bekerja secara berurutan. Peralatan evaporato rterdiri dari centralcondenser, pompa vaccum yang digerakkan dengan electromotor, badan evaporator, pipa – pipa uapnira, pipa – pipa exhauststeam, pipa – pipa pencuci/ pipa – pipa air, pompa air condensate, pipa – pipa condensate, pompa soda, tanki dan perpipaan, perpipaan nira. Untuk menguap kan nira dan dilengkapi ruang vakum untuk menurunkan titikdidih nira sehingga kerusakan ukrosa dan monosakarida dapat ditekan. PG Madukismo mempunyai lima buah pan penguapan yang telah diatur jadwal pembersihannya sehingga dapat digunakan secara bergantian dan kemampuan penguapan tetap terjaga.
2.      TangkiKondensat
           Untuk menampung air kondensat yang berasaldari proses penguapansecarakeseluruhan yang menghasikan air kondensatkemudiandigunakansebagai air pengisiketeldengansuhu air yang relatiftinggi
3.      KetelUap
Untukmengubah air menjadiuap yang akandigunakansebagaipembangkittenagauap
4.      PompaVakum
Untukmembuatkondisimenjadihampapadabejana evaporator, menarikuaphasilpenguapan, kemudianuaptersebutdijadikan air embundengancaramenginjeksi air dinginhinggauaptersebutmenjadidingindanberubahmenjadi air embun yang siapuntukdibuang.
 
Proses evaporasi pada umumnya menggunakan energi panas untuk menguapkan air pada titik didihnya (Potter, 1995). Selama proses penguapan ini panas laten pindah dari mesin ke produk, sehingga suhu pada produk dapat meningkat mencapai titik didihnya (panas sensibel).Tekanan uap air meningkat sehingga membentuk gelembung dari uap air pada cairan. Uap air akan menguap dari permukaan cairan (Fellows, 1990).

Menurut Potter (1995), evaporasi dengan menggunakan sistem vakum dapat membantu menghilangkan kadar air dengan temperatur yang rendah. Dengan menggunakan suhu pemanasan yang rendah ini bahan makanan yang akan diuapkan tidak akan rusak.Proses penguapan ini biasanya menggunakan panas untuk menguapkan air pada titik didihnya. Produk pangan pada umumnya tidak tahan terhadap panas, sehingga pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan off flavor atau penurunan kualitas. Sukrosa atau gula pasir mudah rusak pada suhu yang tinggi.

E.     Proses Kristalisasi
Proses kristalisasi merupakan salah satu proses yang penting dalam pembuatan gula di PG Madukismo. Proses kristalisasi merupakan suatu tahap proses penguapan lebih lanjut yang digunakan untuk pemasakan ula. Penguapan lebih lanjut ini dilakukan untuk mengkristalkan nira hasil penguapan menjadi lebih kental.  Kehilangan gula dalam proses ini dapat meminimalkan waktu proses, sehingga dengan demikian biayanyapun dapat diminimalkan.

Proses pembentukan kristal gula pada dasarnya adalah untuk penghilangan air dari larutan sukrosa, sehingga larutan menjadi jenuh dan akhirnya mengkristal. Apabila kristal yang terdapat pada nira kental yang satu dengan yang lain saling tarik – menarik, maka kristal sukrosa yang terdapat di bagian dalam akan mengalami kesetimbangan antara molekul sukrosa yang larut dan yang mengkristal. Keadaanini yang dinamakandengankeadaanlewatjenuh.

PG Madukismo menggunakan system kristalisasi bertahap yaitu tipe masakan A-C-D. Hal ini bertujuan untuk mencegah karamelisasi dan terbentuknya kerak akibat dari pemanasan secara kontinyu.Tipe masakan A-C-D disebut juga dengan tipe masakan Tripple Trap Boiling System. Dari sistem ACD diperoleh Harga Kemurnian (HK) yang berbeda – bedaya itumasakan A dengan HK > 80, masakan C dengan HK 70 – 74, dan untuk masakan D dengan HK 56 – 60. Perbedaan tingkat masakan ditentukan dengan tinggi rendahnya kemurnian (kemurnian berdasarkan kandungan sukrosa pada gula).

Masakan A menggunakan nira kental sebagai bahan masakan yang akan menghasilkan campuran Kristal sukrosa dengan nira yang belum mengkristal, yang disebut juga dengan stroop. Campuran tersebut diturunkan kepalung pendingin A dan diputar sehingga menghasilkan gula A dan stroop A.  Stroop ini dipakai sebagai bahan masakan C, kemudian diturunkan pada palung pendingin C dan diputar di putaran C menghasilkan stroop yang digunakan sebagai masakan D. Masakan D diturunkan pada palungp endingin D, diputar padaputaran D1 menghasilkangula D1 dantetes. Tetes tersebut dibawa kepabrik spiritus, dan gula D1 diputar lagi pada putaran D2. Gula A masuk kedalam mixer dan diputar pada putaran SHS yang dipakai untuk tambahan masakan A, C, dan D. 

F.    Analisa Mutu
                                i. Analisa Mutu Proses Penggilingan
            Pada stasiun penggilingan dilakukan uji dalam proses pengawasan mutu dengan menganalisa sampel hasil gilingan. Analisa dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif proses produksi. Dalam setiap analisa dihitung % brix, % pol dan harkat kemurnian (HK). % brix merupakan jumlah zat kering yang terlarut. Analisa yang dilakukan antara lain analisa gilingan 1, 2, 3, 4 dan 5, analisa nira mentah, analisa ampas gilingan 5.

            Analisa % brix pada semua gilingan dan nira mentah dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam mol brix hingga penuh. Analisa persen pol gilingan pada nira mentah dapat dilakukan dengan cara mengambil 100 ml sampel, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100-110 ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb Asetat dan air suling hingga batas tera, lalu digojog lalu disaring. Tapisan 10 ml pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan ke dalam pol buis, kemudian drying dibaca pada polarimeter. Pol buis yang digunakan harus penuh, tidak boleh ada gelembung udara. Jika terdapat gelembung udara di dalam pol buis maka drying tidak akan terbaca. Persen pol pada gilingan dan nira mentah dihitung dengan rumus:



Analisa ampas dilakukan pada sampe ampas dari gilingan 5. Penentuan kadar ampas kering dapat dilakukan dengan cara menimbang ampas sebanyak 1 kg dan dimasukkan ke dalam alat pengering ampas selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC. Setelah 1 jam ampas didinginkan ± 15 menit kemudian ditimbang. 

Penentuan % pol pada ampas gilingan dapat dilakukan dengan cara menimbang 1 kg ampas, kemudian dimasukkan ke dalam alat pemasak ampas dan ditambahkan dengan 10 liter air. Sampel dipanaskan selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC dan didinginkan selama 15 menit. Air yang dihasilkan diambil 100 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100-110 ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb asetat dan air suling sampai batas tera, lalu larutan digojog dan disaring. 10 ml pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan ke dalam pol buis 400 dm, kemudian drying dibaca pada polarimeter.  Persentasi pol ampas dapat dihitung dengan rumus:
      ii.      Analisa Mutu Proses Pemurnian dan Evaporasi
            Analisa mutu pada proses pemurnian dan evaporasi hampir sama. Pada analisa sampel dari proses pemurnian dilakukan dengan menganalisa pH dan analisa dunsap (Nira encer). Analisa pH nira dari defekator I dilakukan dengan indikator BTB (Brom Thymol Blue) dan PAN. Apabila nira dan defekator I yang ditetesi berubah menjadi warna hijau, maka penambahan susu kapur dihentikan karena pH yang diinginkan sudah tercapai yaitu pH 7-7,2. Analisa pH yang lainnya yaitu nira dari defekator II yang diberi susu kapur berlebih. Analisa ini menggunakan indikator PP (Phenol Phtalin), apabila warna nira berubah menjadi merah maka pH yang diinginkan sudah tercapai yaitu pH 9-9,5. Pada proses evaporasi tidak dilakukan analisa pH karena sampel dari proses evaporasi adalah nira kental.

Analisa-analisa yang dilakukan pada nira encer dan nira kental adalah analisa penentuan % brix, % pol dan HK. Persentasi brix dapat dilakukan dengan cara mendinginkan sampel hingga suhu 35C. Sampel dimasukkan ke dalam mol brix hingga penuh. Ke dalam mol brix ditambahkan penimbang brix, kemudian didiamkan selama 10 sampai 15 menit dan dibaca brix dan suhu pada mol brix. Penentuan % pol nira encer sama dengan pengukuran % pol nira mentah. Nilai HK dari nira encer, nira mentah dan nira gilingan dapat dihitung dengan rumus:
 
                                                                            
Pada proses pemurnian dilakukan analisa terhadap blotong yang meliputi penentuan kadar zat kering dan % pol blotong. Penentuan kadar zat kering blotong dilakukan dengan cara menimbang 20 gram blotong di dalam pinggan timbangan yang telah ditentukan berat konstannya. Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu konstan 105-110°C selama 4 jam. Setelah 4 jam, sampel didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan kemudian ditimbang. Untuk menentukan % pol blotong, dilakukan dengan menimbang 50 gram blotong dan dihaluskan dalam lumpang porselin. Sampel yang telah diihaluskan dimasukkan ke dalam labu takar mulut lebar berukuran 200 ml dan ditambahkan 5 ml Pb asetat dan air suling sampai tanda 200 ml, larutan digojog hingga homogen dan disaring. 10 mm tapisan pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan dalam pol buis 200 dm, kemudian drying dibaca di polarimeter. Pada proses evaporasi tidak dilakukan analisa blotong karena pada proses evaporasi tidak menghasilkan limbah blotong.


ii             iii.  PengawasanMutu di StasiunMasakan (Kristalisasi)
Terbentuk dan tumbuhnya kristal pada proses masakan melalui mekanisme nira kental terdiri atas air dan melokul sakarosa. Jarak antara molekul yang satu terhadap lainnya relatif jauh. Bila molekul airnya diuapkan maka jarak antar molekull sakarosa semakin lama semakin pendek dan makin sering bertabrakan. Akibatnya terjadilah terjadilah penggabungan dan pembentukan rantai-rantai, yang dinamakan sub mikron. Proses ini terjadi bila larutan tersebut menjadi jenuh karena penguapan. Pada penguapan berikutnya, sub mikron-sub mikron tersebut bergabung menjadi satu membentuk inti-inti kristal yang dapat dilihat bila setetes larutan tersebut ditaruh di atas kaca kemudian dilihat di atas cahaya. Inti-inti kristalitu berangsur-angsur akan tumbuh. Pertumbuhan kristal itu disebabkan karena molekul-molekul sakarosa yang secara bertahap menempel pada bidang permukaan inti kristal (Martoharsono, 1978).

Untuk mendapatkanmutu yang baik pada produksi gula PG Madukismo maka syarat masakan yang bisa diturunkan kepalung pendingin dari adalah:
   Kristalnya besar dan rata, dalam hal ini ukuran kristal dalam masakan A=0,9-1,0 mm (HK: 80-84), masakan C= ±0,5 mm (HK: 70-73), masakan D= ±0,3 mm (HK: 56-61)
   Larutan induk tipis dan bening
   Bebas dari Kristal palsu
   Kristal dalam kondisi rapat
Dipalung pendingin akan terjadi kristalisasi lanjut pada masakan sehingga harus dilakukan pengawasan mutu. Agar proses berlangsung optimal makapalung pendingin di PG Madukismo dilengkapi dengan:
·         Heat exchanger, dimana di dasar palung terdapat pipa yang dialiri air (40oC) sehingga proses pendinginan masakan akan berlangsung lebihcepat.
·         Pengaduk, sehingga masakan tetap dalam kondisi homogen.